Wiih Keren, Menpora Bilang Mengurus Olahraga Tidak Perlu Pakai Perasaan

OPINI Oleh : Edi Purwanto

---- Makin aneh negeriku ini. Banyak keputusan pemerintah dan penguasa yang aneh dari berbagai sektor mulai dari politik, ekonomi, Kesehatan dan beberapa lainnya, kini merambah ke olahraga.

Menteri Pedagangan kini sedang  pusing karena masalah Minyak Goreng, yang secara kasat mata belum selesai sampai sekarang dan terus membuat masyarakat dalam ketidak pastian.

Lalu datang dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Republik Indonesia, yang mulai Menyusun program baru tentang apa yang dinamakan Desain Besar Olahraga Nasional (DBON).

Terus menggemakan DBON ke seluruh Indonesia tentu dengan dukungan dana yang sangat besar, untuk kampanye besar-besaran bagi program yang baru akan dilaksanakan mungkin tahun depan atau katakanlah masih disusun pola kerjanya bahkan untuk di daerah.

Tetapi, yang makin aneh dengan penyusunan program itu tiba-tiba Kemenpora melakuakn Tindakan yang mengejutkan dunia olahraga Indonesia dengan menyatakan  secara mendadak tidak mengirimkan beberapa cabang olahraga ke SEA Games dengan alasan menetapkan skala prioritas cabang olahraga yang akan diberangkatkan untuk mendapatkan prestasi tertinggi di SEA Games. Bagus.

Catatannya kemudian muncul ada 14 cabang olahraga prioritas, yaitu Badminton, Angkat Besi, Panjat Tebing, Panahan, Menembak, Wushu, Karate, Taekwondo, Balap Sepeda, Atletik, Renang, Dayung, Senam Artistik, dan Pencak Silat. Keren.

Yang menarik adalah pernyataan Menpora Zainuddin Amali, di beberapa media nasional yang menyatakan membina olahraga tidak harus dengan perasaan.

"Kita tidak bisa mengurus olahraga pakai perasaan. Ada data yang harus diperhatikan objektivitasnya," kata Zainudin yang dikutip dari cnnindonesia.com.

"Saya kurang dekat apa sama pak Iwan Bule? Tapi begitu tim review [bilang] tidak berangkat, berarti tidak bisa. Mereka [sepak bola] hanya putra yang berangkat," ujar dia.

Poin inilah yang mari kita catat bersama-sama, karena ‘dewa’ nya adalah medali, mungkin bisa dibenarkan sedikit. Tetapi memunculkan statement dengan ‘Tidak pakai Perasaan’ sangat tidak etis dan tidak elok bagi pejabat negara sekelas pak Menteri.

Pak Menteri tidak pernah mambina atlet dari bawah. Bagaimana justru dengan perasaan saying dan dekat dengan atlet lah yang bisa memunculkan prestasi yang besar.

Menurut saya, pernyataan itu menyakiti hati para Pelatih dan Atlet Indonesia. Walaupun mereka tidak bisa bersuara lantang. Karena sekarang kuasa ada pada pak Menteri. Kalau sudah bilang enggak ya enggak. No Way Out.

Ini anggapan bahwa atlet sekarang adalah mesin medali, bukan manusia yang harus diberikan perhatian, kesempatan, perlindungan dan supporting. Keren ini pak Menteri Olahraga Indonesia kali ini.

Bahkan dengan memaklumatkan DBON yang masih dalam perencanaan, maka beberapa cabang olahraga tidak prioritas yang sudah lolos ke SEA Games bahkan sudah bersiap-siap, malah dibatalkan sepihak karena kekuasaannya mutlak.

Pertama alasan biaya. Ketika rame-rame cabor mau berangkat dengan biaya sendiri atau mandiri, ee malah semuanya dilarang. Sebenarnya mereka ini membuktikan bahwa rasa nasionalisme mereka sangat besar.

Bagaimana tidak, mereka rela berangkat dengan biaya sendiri dan kalau dapat medali apapun, medalinya untuk atas nama Indonesia lo. Bukan untuk perorangan.

Kalau Menteri Olahraga Indonesia ini bijak. Untuk menetapkan prioritas DBON itu dipersilahkan untuk program SEA Games yang akan datang, jangan sekarang langsung meng cut, yang dianggap tidak prioritas.

Bahkan membandingkan ketika tidak memberangkatkan Sepakbola Putri dengan tidak memberangkatkan Sutjiati atlet senam rythmik perorangan. Ya tidak sebanding lah pak.

Yang mau dibandingkan apanya yaa. Biayanya, Kans nya, atau karena apa?
Sepakbola mungkin saja diputuskan untuk tidak berangkat karena pertimbangannya besar biayanya karena paling tidak ada 30-an orang dalam satu tim, dan memang kesempatannya juga sama fifty-fifty.

Jangan disamakan tidak memberangkatkan Sutjiati yang mungkin biayanya jauh lebih sedikit karena hanya dengan pelatihnya saja sudah cukup.  Pertimbangan itu sangat sulit diterima akal saya. Yang jelas di sini ada berbau like and dislike.

Karena sudah viral di dunia maya lantaran podcast Sutji dengan Dedi Corbuzier yaa. Jadi negara gengsi lalu cari pembenaran dengan tidak memberangkatkan atlet, walaupun mereka mau memakai biaya sendiri. Dan dengar juga, kalau Dedi pun berminat membiayai Sutjiati. Kena tuh.

Pak Menteri juga teman-teman expert yang ditunjuk sebagai tim riview di Kemenpora mungkin keputusannya jauh lebih dahsyat untuk memberikan masukan ke Menteri. Karena hasil masukkannya adalah keputusan final dari Menteri juga. Artinya Menteri tinggal tanda tangan saja. Sah.

Tapi ya inilah Indonesia sich. Selalu ada keputusan yang seperti ini, yang dengan seenaknya penguasa yang pegang peranan langsung kasih keputusan.

Tidak lagi memakai ‘rembug pekon’. Tinggal bentuk tim, timnya suruh bekerja, tunggu hasilnya, diputuskan dan sah.

Gampang banget menyelesaikan persoalan yang seperti ini di Indonesia, dan itu tidak perlu ada sanggahan dari manapun, karena keputusannya mutlak. Bahkan itu tadi, tidak perlupakai perasaan.

Mestinya akan sangat baik dan lebih 'berperasaan' jika pak Menteri mengundang seluruh pelatih dan atlet yang tidak akan diberangkatkan, kemudian diberikan pengertian, selayaknya Bapak dengan anak-anaknya. Luar biasa bagusnya.

Coba dipikirkan, apakah Indonesia masih memerlukan mereka dilain waktu? Atau malah sudah tidak lagi dipikirin?
Ini seharusnya mendasari semua bisa membicarakan dengan baik dari hati ke hati. Jika mereka tidak bisa ikut SEA Games, diberi kesempatan tampil di kejuaraan single event lainnya. Misalnya begitu. 

Saya hanya menyemangati ‘anak saya’ Sutjiati Kelanaritma Narendra. “Sutji, kamu hanya warga negara Indonesia yang hanya bisa ngomong, tapi tidak wajib didengar oleh siapa-siapa termasuk pak Menteri nak. Pak Menteri kan sudah bilang, tidak perlu dengan perasaan mengurus olahraga ini. Tapi jangan sedih nak. Semangat saja terus berlatih. Sebenarnya suaramu sudah merdu nak, tapi didengar oleh mereka ‘sumbang’. Ya itu hak mereka. Yang punya telinga mereka, yang punya hati mereka dan yang terpenting, yang punya kuasa adalah mereka nak,”.

Kita tunggu saja, apakah intuisi para petinggi olahraga Indonesia dibawah pimpinan bapak Menteri Pemuda dan Olahraga kali ini memang betul.

Olahraga unggulannya semua mendapat medali emas. Dari 14 yang disebutkan tadi, kita do’akan semuanya meraih medali emas. Jangan ada yang perak atau perunggu.

Karena kita sebagai orang Indonesia harus berdoa yang terbaik untuk negara kit aini dan pahlawan olahraga negara kita ini.  Nanti takutnya kita malah dibilang tidak nasionalis.

Sutji, kami berdoa kamu tetap sehati selalu dan terus berlatih jangan sampai patah arang nak. Inilah kalau kamu menjadi rakyat Indonesia. Beda kalau kamu jadi penguasa.
Makanya sabarlah, semoga kamu masih punya kesempatan membela Indonesia dikesempatan yang akan datang. Soalnya SEA tahun berikutnya mungkin pak Menteri sudah ganti nak.

Tapi kita jadi tahu sekarang, bahwa untuk mengurus olahraga tidak perlu pakai perasaan lagi. Yaa mari kita tunggu hasilnya ya nak. (*)

Penulis adalah wartawan olahraga detiklampung.com
Foto: detik.com